Beli Tanah Harus Dengan Itikad Baik

By M. Andi Anwar SH., MH. 4 March 2024
Array

Hati-hati dalam membeli tanah, sering kali terjadi sengketa pertanahan akibat jual beli tanah, yang didasari oleh salah satu pihak yang mempunyai itikad tidak baik ataupun ada ketidaktahuan mengenai hukum atas tanah tersebut. Yang tentu akan merugikan salah satu pihak, terutama Pembeli.

Sengketa pertanahan hampir ditemukan di seluruh wilayah Indonesia dengan karakter sengketa yang rumit, bahkan cara penyelesaiannya pun memiliki berbagai cara, bisa jadi pengajuan pembatalan sertipikat di Pengadilan Tata Usaha Negara maupun pada Pengadilan Negeri. Bahkan dalam diskusi-diskusi hukum terdahulu, telah muncul wacana mengenai urgensi pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan, untuk menyelesaikan sengketa-sengketa pertanahan di Indonesia yang cupuk kompleks.

Kata kunci bagi anda yang akan melaksanakan jual beli tanah yang harus dipegang yaitu prinsip kehati-hatian dan itikad baik. Yang mana tindakan tersebut harus hadir sejak sebelum fase kontrak/perjanjian terjadi, untuk melakukan upaya yang patut untuk mencari tahu dan mencermati data fisik dan data yuridis dari objek tanah.

Prinsip kehati-hatian merupakan konsep umum yang melahirkan awareness diri sendiri, sehingga selalu waspada dan hati-hati dalam bertindak, serta menghindari resiko-resiko yang timbul. Dari prinsip kehati-hatian inilah, baru melangkah kepada itikad baik dalam proses jual beli tanah.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, apabila dalam suatu bidang tanah yang telah memperoleh tanah dengan itikad baik dan menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut tidak mempunyai hak untuk menuntut, apabila dalam waktu 5 tahun sejak penerbitan sertipikat tidak mengajukan keberatan.

Pada dasarnya, pembeli yang beritikad baik mendapat perlindungan hukum. Sebagaimana diatur pada Sema No. 07 Tahun 2012, pada Hasil Rapat Kamar Perdata,

“Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang itikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (obyek jual beli tanah).”

Lantas apa yang dimaksud dengan “itikad baik” itu sendiri? tafsir dari itikad baik itu sendiri sebenarnya muncul dalam berbagai putusan-putusan Mahkamah Agung, seperti yang terdapat pada Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2438K/Sip/1980 tanggal 23 Maret 1982 disebutkan,

“Pembeli yang beritikad baik harus mendapat perlindungan hukum”.

Kemudian Putusan Mahkamah Agung RI No. 251 K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958, yang kaidah hukumnya berbunyi: “Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap sah.”

Mengenai aturan pembeli yang beriktikad baik mestinya dilindungi oleh hukum, sebagaimana tercantum pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2016, menyebutkan:

Kriteria pembeli yang beritikad baik yang perlu dilindungi berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata adalah sebagai berikut:

  1. Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan yaitu: Pembelian tanah melalui pelelangan umum atau:Pembelian tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 atau; Pembelian terhadap tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat yaitu: dilakukan secara tunai dan terang (di hadapan / diketahui Kepala Desa/Lurah setempat); didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual; Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
  2. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan antara lain: Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau; Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan, atau; Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.

Untuk itu itikad baik dalam jual beli tanah harus benar-benar memperhatikan mengenai:

  • Penjual merupakan orang yang berhak atas tanah tersebut yang namanya tercantum sebagai pemilik hak (tanah bukan atas nama orang lain). Apabila tanah atas nama orang tua, pastikan mengenai pihak ahli waris yang lain, Surat Keterangan Waris, dll.
  • Kemudian memperhatikan tanah tidak sedang dalam status disita, dijaminkan, atau bersengketa dengan pihak ketiga.
  • Melakukan pengecekan dan penelitian secara berjenjang mulai dari RT, RW, Kelurahan/Desa, Kecamatan, hingga BPN.
  • Melakukan pembelian sesuai dengan PP No. 24 tahun 1997, yaitu dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  • Terhadap tanah adat (girik, letter c, dll), maka perlu dilakukan secara terang dihadapan Kepala Desa/Kelurahan serta mendapat keterangan dari RT, RW dan Desa/Kelurahan.

Masih banyak orang yang meremehkan mengenai “itikad baik” dalam membeli tanah, yang dilakukan hanya atas dasar kepercayaan, tanpa ditindaklanjuti pada perjanjian yang mengatur secara jelas mengenai seluruh hal yang diperjual belikan. Selain itu banyak juga ditemukan adanya perjanjian yang hanya dibuat dalam bentuk akte di bawah tangan atau secara lisan dan tidak tertulis, yang mana perjanjian-perjanjian jual beli tersebut sangat rentan dan “rapuh”.

Oleh karena itu, penting sekiranya memperhatikan dengan seksama mengenai “itikad baik” dalam membeli tanah. Dari berbagai aturan dan putusan pengadilan, pembeli yang beritikad baik harus untuk dilindungi kepentingan hukumnya.

Setidaknya apabila jual beli dilakukan dengan itikad baik, maka akan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dikemudian hari. Kalaupun pada kemudian hari terjadi sengketa, maka sebagai pembeli yang bertikad baik akan dilindungi oleh hukum dan mempunyai kedudukan yang kuat.

Postingan Lainnya

Pemakzulan, Sejarah proses dan tatacaranya di Indonesia

Akhir-akhir ini isu mengenai pemakzulan Presiden kian santer terdengar, walaupun dalam beberapa tahun belakangan isu…

Hutang Dalam Hubungan Suami-Istri Yang Telah Bercerai

Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 1904 K/Pdt/2007 perceraian tidak mengakibatkan salah satu pihak dibebaskan dari…

Baru Tower PERADI, Simbol Nilai Advokasi Nasional

Selamat atas peresmian PERADI Tower yang terletak di Jalan Ahmad Yani nomor 116, Matraman, Jakarta…