Yurisprudensi Putusan Nomor 976 K/PDT/2015
Kaidah hukum yang terkandung dalam Putusan Nomor 976 K/PDT/2015, banyak dipakai oleh praktisi hukum dan hakim dalam mengambil sebuah keputusan mengenai hak atas tanah, sehingga oleh Mahkamah Agung kaidah hukumnya dipakai sebagai yurisprudensi sebagaimana yang tertera dalam 5/Yur/Pdt/2018, bahwa jika terdapat sertipikat ganda atas tanah yang sama, dimana keduanya sama-sama otentik maka bukti hak yang paling kuat adalah sertipikat hak yang terbit lebih dahulu. Artinya apabila pada objek fisik tanah yang sama terdapat sengketa kepemilikan tanah, dimana para pihak mengklaim tanah tersebut berdasarkan bukti sertipikat kepemilikan yang sah, maka bukti sertipikat yang kuat adalah bukti sertipikat yang terbit terlebih dahulu.
Sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah. Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan, Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Secara de jure pada satu objek bidang tanah hanya boleh terdaftar dalam 1 bukti sertipikat, akan tetapi de facto sering ditemukan konflik atas tanah karena dalam satu objek bidang tanah terdapat lebih dari satu sertipikat.
Pada Perkara Kasasi Nomor 976 K/PDT/2015, pihak yang berperkara adalah Liem Teddy (Pemohon Kasasi/dahulu Penggugat) melawan Departemen Pertahanan dan Keamanan/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Cq. Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Darat Komando Daerah Militer III/Siliwangi (Termohon Kasasi/Dahulu Tergugat I/Pembanding).
Bahwa Pemohon Kasasi pada tanggal 05 Oktober 2006 telah membeli sebidang tanah dan bangunan (objek sengketa) dari PT. Propelat dengan bukti kepemilikan sertipikat hak guna bangunan yang terbit pada tahun 1993. Sedangkan pihak Termohon Kasasi, memiliki tanah a quo berdasarkan bukti Sertifikat Hak Pakai yang terbit pada tahun 1998.
Maka Mahkamah Agung berpendapat, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, menilai keabsahan salah satu dari 2 (dua) bukti hak yang bersifat outentik maka berlaku kaedah bahwa sertifikat hak yang terbit lebih awal adalah yang sah dan berkekuatan hukum.