Menggugat Penggugat (Mengenal Gugatan Rekonvensi)

By M. Andi Anwar SH., MH. 10 March 2024
Array

Dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan, pihak yang digugat yaitu Tergugat dalam perkara yang sama dapat mengajukan gugatan balik kepada Penggugat, sehingga kedudukan hukum dalam pemeriksaan perkara para pihak saling menggugat dan akan diputus saat bersamaan. Gugatan kepada Penggugat dalam hukum lazim disebut sebagai Gugatan Rekonvensi.  

Dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, dikenal asas penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Asas ini secara eksplisit terdapat dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Salah satu konsekuensi dari asas tersebutlah yang memungkinkan terjadi gugatan rekonvensi kepada Penggugat Asal, tanpa perlu mengajukan gugatan baru di Pengadilan.

Gugatan Rekonvensi menjadi ruang untuk menyederhanakan dan mempercepat proses penyelesaian sengketa di Pengadilan. Pemeriksaan perkaranya disatukan dan tidap perlu dipisah.

Menurut M. Yahya Harahap, Gugatan Rekonvensi diatur dalam Pasal 132a HIR yang maknanya rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya. Dalam penjelasan Pasal 132a HIR disebutkan, oleh karena bagi tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan melawan, artinya untuk menggugat kembali penggugat, maka tergugat itu tidak perlu mengajukan tuntutan baru, akan tetapi cukup dengan memajukan gugatan pembalasan itu bersama-sama dengan jawabannya terhadap gugatan lawannya.

Pasal 132a HIR

Tergugat berhak dalam tiap-tiap perkara memasukkan gugatan melawan kecuali. kalau penggugat memajukan gugatan karena suatu sifat, sedang gugatan melawan itu akan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya; kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak memeriksa gugatan melawan itu berhubung dengan pokok perselisihan. dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan. Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimajukan gugat melawan, maka dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan itu.

HERZIEN INLANDSCH REGLEMENT (H.I.R)

Bahwa berdasarkan Pasal 132a HIR, dapat diketahui bahwa dalam setiap perkara, Tergugat memiliki hak untuk mengajukan gugatan rekonvensi. Untuk itu gugatan rekonvensi harus jelas diterangkan Tergugat dalam Jawabannya. Untuk mengajukan gugatan Rekonvensi, Tergugat harus mengajukan gugatan tersebut pada waktu agenda Jawaban terhadap Gugatan Penggugat.

Meskipun dalam beperkara di Pengadilan, dibolehkan untuk mengajukan gugatan atau jawab jinawab secara lisan, tetapi alangkah baiknya bila Gugatan Rekonvensi dilakukan secara tertulis, maka lebih tersistematis secara bahasa dan terdokumentasi dengan baik, dan benar.

Oleh karena itu Tergugat dalam mengajukan Gugatan Rekonvensi dapat menyebut dengan tegas pihak penggugat yang ditarik atau dijadikan sebagai Tergugat Rekonvensi, serta merumuskan dengan jelas dalil-dalil gugatan rekonvensi (Posita), untuk menjadi penegasan dasar hukum serta fakta-fakta yang melandasi gugatan. Dan terakhir adalah jelas mengenai petitum gugatan/hal-hal yang diminta/yang dituntut untuk dikabulkan oleh Hakim.

Gugatan Rekonvensi harus dirumuskan serta dianggap sebagai suatu gugatan, untuk itu harus memenuhi syarat formil suatu gugatan. Sebab menurut Putusan MA No. 1154 K/Sip/1973, gugatan rekonvensi yang tidak memenuhi syarat formil gugatan dinaggap bukan merupakan gugatan rekonvensi yang sungguh-sungguh dan dalam hal demikian dianggap tidak ada gugatan rekonvensi.

Gugatan Rekonvensi bukanlah suatu kewajiban, melainkan hak yang boleh dipakai Tergugat untuk melawan Kembali Penggugat pada perkara yang sama, tidak hanya “bertahan” tetapi juga “menyerang” untuk mengimbangi gugatan penggugat.

Dalam SEMA Nomor 07 Tahun 2012, diatur mengenai Gugatan Rekonvensi sesuai dengan Pasal 132 a ayat (1) HIR gugatan rekonvensi dapat diajukan dalam tiap-tiap perkara tanpa harus ada hubungan objek sengketa dengan perkara konvensi, kecuali terhadap :

  1. Kalau Penggugat konvensi menuntut karena sesuatu kualitas sedang dalam rekonvensi mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya.
  2. Kalau PN yang memeriksa perkara konvensi secara absolut tidak berwenang.
  3. Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan Hakim.

Postingan Lainnya

Pemakzulan, Sejarah proses dan tatacaranya di Indonesia

Akhir-akhir ini isu mengenai pemakzulan Presiden kian santer terdengar, walaupun dalam beberapa tahun belakangan isu…

ADAGIUM – I

Dalam dunia hukum terkenal berbagai petuah-petuah yang biasa disebut Adagium, yang memiliki arti penting dan…

SENGKETA ARBITRASE DAN PEMBATALAN PUTUSANNYA

Penyelesaian sengketa pada lembaga arbitrase merupakan penyelesaian sengketa diluar peradilan umum oleh arbiter yang mana…